Ini hanya cerita ketika diriku bersama istriku saat pulang dari Yogyakarta. Di jalan yang macet dan panas, debu polusi yang selalu menghantui muka yang sudah mandi. Padahal kalau di hitung dengan ilmu logika, sebelum berangkat jika sudah mandi dan maker up lama. Jika dihitung dengan ilmu statistik, kita mengalami kerugian yang sangat besar baik dari segi waktu maupun biaya. Kok malah ceritanya jadi ngawur. Kembali lagi ke topik cerita.
Perjalanan yang amat lelah dan menjengkelkan ini membuat semua pengemudi marah termasuk diriku. Suasana macet dan panas membuat sekujur tubuhku meleleh dan istriku yang duduk manis di belakangku mulai terdiam cukup lama. Itu bertanda dia mulai jengkel dan marah pada diriku.
Ada aku hanya bisa terdiam saja menunggu jalannya kendaraan yang berjalan layaknya kura-kura. Dengan kecepatan 100 m per jam, itu mungkin kecepatan maksimal yang bisa kami tempuh.
Selagi menunggu giliran berjalan, di dalam pikiranku berusaha mencari alasan agar istr tercinta yang duduk di belakangku berbicara bertanda tidak ngambek lagi. Selagi mencari ide, dengan kepala tengok kanan dan kiri. Seketika itupun aku melihat jembatan juta dengan besi yang sudah mulai berkarat. Jembatan yang tidak satupun kendaraan melewatinya, timbul benak dalam pikiranku untuk berhenti sejenak untuk menghibur istri tercinta.
Perlahan-lahan mulai menepi untuk meletakkan kendaraan pada tempat yang lebih aman. Setelah itu aku pun langsung genggam erat tangan istri tercinta. Untuk berjalan di atas jembatan itu, serambi berbicara dengannya dan bercerita. Mungkin dengan ini semua rasa lelah yang ada dalam pikiran aku dan dirinya bisa hilang.
0 komentar:
Post a Comment